
Kolaborasi Multidisiplin dalam Rekayasa Perangkat Lunak
Wujudkan inovasimu bersama S1 Rekayasa Perangkat Lunak Telkom University.
Rekayasa perangkat lunak kini telah berkembang jauh melampaui sekadar kegiatan menulis kode. Jika dahulu seorang software engineer hanya bekerja dalam tim kecil yang terdiri dari para programmer, kini pengembangan perangkat lunak modern menuntut kolaborasi lintas disiplin ilmu. Kompleksitas sistem, meningkatnya kebutuhan pengguna, serta keterkaitan perangkat lunak dengan aspek sosial, ekonomi, hukum, hingga budaya menjadikan kolaborasi multidisiplin sebagai salah satu kunci utama keberhasilan proyek.
Kunjungi website resmi Telkom University untuk informasi pendaftaran lebih lanjut.
Apa Itu Kolaborasi Multidisiplin?
Kolaborasi multidisiplin adalah kerja sama antara individu dari berbagai latar belakang keahlian yang terlibat aktif dalam setiap tahap pengembangan perangkat lunak. Proses ini tidak hanya fokus pada aspek teknis seperti coding, testing, atau deployment, tetapi juga mengintegrasikan bidang desain, bisnis, psikologi, hukum, keamanan, dan bidang spesifik lainnya.
Pendekatan ini membuat perangkat lunak yang dihasilkan tidak hanya berfungsi dengan baik, tetapi juga ramah pengguna, sesuai regulasi, kompetitif di pasar, dan relevan dengan konteks penggunaannya.
Mengapa Kolaborasi Multidisiplin Penting?
1. Menjawab Kompleksitas Sistem Modern
Aplikasi masa kini mencakup berbagai komponen seperti cloud, AI, IoT, big data, hingga mobile interface. Tidak ada satu bidang ilmu pun yang mampu menguasai semuanya secara menyeluruh.
2. Mengutamakan Pendekatan User-Centric
Kebutuhan pengguna sangat beragam. Kolaborasi dengan psikolog atau ahli perilaku dapat membantu menciptakan antarmuka yang ramah bagi semua kalangan.
3. Mendorong Inovasi
Beragam perspektif dari berbagai bidang bisa memunculkan ide-ide kreatif yang tidak terpikirkan jika hanya dilihat dari sisi teknis semata.
4. Menjaga Kepatuhan Hukum dan Etika
Perangkat lunak yang menyimpan data pengguna wajib mematuhi regulasi seperti GDPR di Eropa atau UU ITE di Indonesia. Di sini, peran ahli hukum dan etika digital menjadi sangat penting.
5. Mengurangi Risiko Kegagalan Proyek
Banyak proyek gagal bukan karena kesalahan teknis, tetapi karena tidak sesuai kebutuhan bisnis atau kurang diterima oleh pengguna. Kolaborasi multidisiplin membantu mengantisipasi hal ini.
Bidang yang Terlibat dalam Kolaborasi Multidisiplin
Software Engineer & System Architect → Merancang arsitektur, menulis kode, memastikan performa sistem.
UI/UX Designer → Mendesain tampilan yang menarik dan mudah digunakan.
Product Manager & Business Analyst → Menjembatani kebutuhan pasar dengan pengembangan teknis.
Psikolog/Peneliti Perilaku → Memahami motivasi serta perilaku pengguna.
Data Scientist → Mengolah data untuk insight dan personalisasi fitur.
Ahli Keamanan Siber → Menjamin keamanan data dan privasi pengguna.
Ahli Hukum & Regulasi → Memastikan kepatuhan terhadap hukum dan kebijakan industri.
Domain Expert → Misalnya dokter (aplikasi kesehatan), guru (aplikasi pendidikan), atau ekonom (aplikasi keuangan).
Studi Kasus Kolaborasi Multidisiplin
1. Aplikasi Telemedicine
Engineer membuat sistem video call yang aman.
Dokter memberikan masukan untuk fitur diagnosis dan resep digital.
UI/UX designer memastikan aplikasi mudah digunakan oleh pasien lansia.
Ahli hukum memeriksa kepatuhan terhadap regulasi kesehatan digital.
Ahli keamanan memastikan enkripsi data pasien end-to-end.
2. Platform E-Learning
Guru merancang kurikulum digital.
Psikolog pendidikan memberi saran untuk fitur gamifikasi agar siswa tetap termotivasi.
Data scientist menganalisis progres belajar untuk rekomendasi personal.
Desainer grafis menciptakan tampilan interaktif yang menarik.
3. Aplikasi Finansial (Fintech)
Engineer memastikan transaksi aman dan cepat.
Ekonomi atau akuntan memberikan masukan terkait alur transaksi.
Ahli hukum menjamin kepatuhan terhadap regulasi Bank Sentral.
UI/UX designer menciptakan antarmuka sederhana agar mudah digunakan semua kalangan.
Praktik Terbaik Kolaborasi Multidisiplin
Bangun Bahasa yang Sama – Hindari jargon teknis yang tidak dipahami semua anggota tim.
Gunakan Metodologi Agile – Sprint pendek dan feedback cepat memungkinkan kolaborasi aktif.
Manfaatkan Tools Kolaborasi – Jira, Trello, Asana, Miro, atau Figma mempermudah kerja lintas bidang.
Terapkan Empati – Hargai setiap kontribusi, sekecil apa pun.
Terus Belajar – Setiap anggota sebaiknya memahami dasar dari disiplin lain, misalnya engineer belajar prinsip UX.
Tantangan Kolaborasi Multidisiplin
Perbedaan Terminologi: Satu istilah bisa memiliki arti berbeda di tiap bidang.
Konflik Prioritas: Bisnis ingin cepat rilis, keamanan ingin proses lebih ketat.
Koordinasi dan Sinkronisasi: Komunikasi antarbidang seringkali menantang.
Perbedaan Budaya Kerja: Desainer yang fleksibel bisa berbenturan dengan engineer yang struktural.
Namun, dengan manajemen proyek yang baik, perbedaan ini dapat menjadi peluang untuk meningkatkan adaptabilitas tim.
Daftar Referensi
-
Pink, S., Quilty, E., Grundy, J., & lainnya. (2024). Trust, artificial intelligence and software practitioners: An interdisciplinary agenda. AI & Society, 40, 639–652. doi:10.1007/s00146-024-01882-7.
— Artikel ini menggunakan pendekatan interdisipliner antara rekayasa perangkat lunak dan antropologi desain untuk membahas tema kepercayaan (“trust”) dalam praktik pengembangan AI. (lihat lebih lanjut) -
Lorente, S., Arnal-Palacián, M., & Paredes-Velasco, M. (2024). Effectiveness of cooperative, collaborative, and interdisciplinary learning guided by software development in Spanish universities. European Journal of Psychology of Education, 39, 4467–4491. doi:10.1007/s10212-024-00881-y.
— Studi kuasi-eksperimental yang membandingkan metode pembelajaran kolaboratif/interdisipliner di bidang rekayasa perangkat lunak dalam konteks pendidikan tinggi. (lihat lebih lanjut) -
Alenezi, M. (2025). AI-Driven Innovations in Software Engineering: A Review of the Integration of AI in SE Processes. Applied Sciences, 15(3), 1344.
— Review yang membahas bagaimana AI dan teknologi lintas disiplin mengubah proses pengembangan perangkat lunak — menunjukkan pentingnya integrasi disiplin teknis dan non-teknis.(lihat lebih lanjut) -
Fernandez, D. M., & Passoth, J.-H. (2019). Empirical software engineering: From discipline to inter-discipline. Empirical Software Engineering, (ni/vol number), …
— Artikel ini menyoroti pergeseran SE (Software Engineering) dari disiplin tunggal menjadi interdisipliner. (lihat lebih lanjut) -
Marijan, D., & Gotlieb, A. (2022). Industry-Academia Research Collaboration in Software Engineering: The Certus Model. (Preprint/ArXiv)
— Menawarkan model “Certus” untuk kolaborasi riset antara industri dan akademia dalam rekayasa perangkat lunak, baik secara disiplin teknis maupun manajemen. (lihat lebih lanjut) -
Mundt, M., & Milewicz, R. (2022). Working in Harmony: Towards Integrating RSEs into Multi-Disciplinary CSE Teams. (Preprint/ArXiv)
— Fokus pada bagaimana “Research Software Engineers” (RSEs) diintegrasikan ke dalam tim multi-disiplin dalam pengembangan perangkat lunak ilmiah dan insinyur. (lihat lebih lanjut)
Kesimpulan
Kolaborasi multidisiplin merupakan fondasi penting dalam rekayasa perangkat lunak modern. Perangkat lunak tidak hanya harus berjalan dengan baik secara teknis, tetapi juga memiliki nilai bisnis, ramah pengguna, sesuai regulasi, aman, dan relevan dengan konteks penggunaannya.
Keberhasilan proyek perangkat lunak di era digital sangat ditentukan oleh kemampuan tim mengintegrasikan berbagai perspektif. Dengan kolaborasi yang solid, tim dapat menciptakan solusi yang tidak hanya menyelesaikan masalah teknis, tetapi juga memberikan dampak positif yang nyata bagi masyarakat.

